PDB
(PRODUK DOMESTIK BRUTO)
Disusun oleh:
Ahmad fauzi (20215333)
1EB23
Universitas Gunadarma
2016
Definisi Produk Domestik Bruto atau
Gross Domestic Product (GDP)
Gross Domestic Product (GDP) adalah penghitungan yang digunakan oleh suatu
negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas perekonomian nasionalnya, tetapi
pada dasarnya GDP mengukur seluruh volume produksi dari suatu wilayah (negara)
secara geografis.
Sedangkan menurut McEachern (2000:146), GDP artinya mengukur nilai pasar dari
barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu
negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat
digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk
membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat.
Gross domestic product hanya mencakup barang dan jasa akhir, yaitu barang dan
jasa yang dijual kepada pengguna yang terakhir. Untuk barang dan jasa yang
dibeli untuk diproses lagi dan dijual lagi (Barang dan jasa intermediate) tidak
dimasukkan dalam GDP untuk menghindari masalah double counting atau
penghitungan ganda, yaitu menghitung suatu produk lebih dari satu kali.
Contohnya, grosir membeli sekaleng tuna seharga Rp 6.000,- dan menjualnya
seharga Rp 9.000,-. Jika GDP menghitung kedua transaksi tersebut , Rp 6.000,-
dan Rp 9.000,-, maka sekaleng tuna itu dihitung senilai Rp 15.000,- (lebih
besar daripada nilai akhirnya). Jadi, GDP hanya menghitung nilai akhir dari
suatu produk yaitu sebesar Rp 9.000,-. Untuk barang yang diperjual-belikan
berulang kali (second-hand) tidak dihitung dalam GDP karena barang tersebut
telah dihitung pada saat diproduksi. (2000:146-147).
Tipe-tipe GDP
Ada dua tipe GDP, yaitu :
1) GDP dengan harga berlaku atau GDP nominal, yaitu nilai barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku
pada tahun tersebut.
2) GDP dengan harga tetap atau GDP riil, yaitu nilai barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku
pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan
jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain Angka-angka GDP merupakan hasil
perkalian jumlah produksi (Q) dan
harga (P), kalau harga-harga naik dari tahun ke tahun karena inflasi, maka
besarnya GDP akan naik pula, tetapi belum tentu kenaikan tersebut menunjukkan
jumlah produksi (GDP riil). Mungkin kenaikan GDP hanya disebabkan oleh kenaikan
harga saja, sedangkan volume produksi tetap atau merosot.
Pertumbuhan
dan Perubahan Struktur Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara
berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupa kan
indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Kesejahteraan
masyarakat dari aspek ekonomi dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional
per kapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan
ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam
proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada awal
pembangunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi
berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk Negara-negara seperti Indonesia yang
jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat
tinggi ditambah kenyataan bahwa penduduk Indonesia di bawah garis kemiskinan
juga besar, maka pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus
jauh lebih besar dibandingkan dengan
laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat per
kapita dapat tercapai.
Pertumbuhan
ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja
dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga
harus disertai dengan program pembangunan sosial .
Dalam
GBHN, tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Indikator untuk mengukur kesejahteraan adalah National Income.
Awal
pembangunan ekonomi suatu Negara dengan prioritas:
·
Pertumbuhan
ekonomi
·
Distribusi
pendapatan
·
Proses
pembangunan ekonomi merubah struktur ekonomi secara mendasar:
·
Sisi
permintaan agregat, pendalaman struktur ekonomi didorong oleh peningkatan
national income yang berpengaruh terhadap selera masyarakat yang terefleksi
dalam pola konsumsinya.
·
Sisi
penawaran agregat, faktor pendorong utamanya adalah perubahan teknologi,
peningkatan SDM, dan penemuan material baru untuk produksi.
Pertumbuhan
ekonomi merupakan penambahan GDP, sehingga terjadi peningkatan national
income.National income dapat merujuk pada GDP, GNP atau NNP (Net national
Product)
GNP
= GDP + F, dimana F = pendapatan neto atas faktor luar negeri
NNP
= GNP – D, dimana D = depresiasi
NP
= NNP – Ttl, dimana Ttl = pajak tidak langsung neto.
GDP
= NP + Ttl + D – F
NP
= GDP + F – D- Ttl
5.3 Pertumbuhan Ekonomi Selama Orde Baru Hingga Saat Ini
Perekonomian Indonesia Masa Orde Lama
Ketika negara kita sudah merdeka, pada tahun 1945.
Kondisi keadaan perekonomian negara kita sangat buruk, hal itu disebabkan
karena :
1.
Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih
dari satu
mata uang di negara kita yang sangat tidak terkendali. Pada waktu itu,
untuk
sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di
wilayah RI, yaitu mata uang De Javashe Bank ,mata uang pemerintah Hindia
Belanda,dan mata uang pendudukan Jepang. banyaknya uang yang beredar di
negara kita menyebabkan harga-harga di negara kita menjadi meningkat.
2.
Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
3.
Kas negara kosong.
4.
Ekspliotasi besar-besaran dimasa penjajahan.
Usaha - Usaha yang dilakukan untuk
mengatasi kesulitan ekonomi
1. Bangsa kita melakukan Program Pinjaman oleh menteri
keuangan IR.
2. Upaya melakukan blokade dengan menawarkan bantuan
padi sebanyak
500.000 ton ke india (karena india merupakan Negara yang mempunyai nasib
sama
seperti Indonesia yang pernah di jajah) dan india menyerahkan obat-obatan
ke
Indonesia.
3. Konferensi Ekonomi pada bulan februari 1946, yang
tujuannya
untuk memperoleh kesepakatan yang bulat ketika menanggulangi
masalah-masalah
ekonomi yang mendesar, seperti : masalah produksi, makanan, sandang.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi
) pada tanggal 19
januari 1947.
Upaya-
upaya tersebut tahun ke tahun terus dilakukan untuk merubah perekonomian
Indonesia sedikit demi sedikit . Dan Pada saat Demokrasi Terpimpin sekitar
tahun 1959-1967 . Sebagai akibat dari dekrit Presiden 5 Juli 1959 Indonesia
menjalankan sistem demokrasi terpimpin yang isinya segala sesuatu baik stuktur
ekonomi indonesia diatur sepenuhnya oleh pemerintah. Hal ini di lakukan agar
dapat membawa kemakmuran masyarakat indonesia . akan tetapi, kebijakan ini
blum dapat memperbaiki keadaan kondisi di negara ini. hal ini di lihat
ketika pemerintah menjadikan uang Rp 1.000 menjadi Rp. 1 Sehingga uang
rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di
masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka
tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka
inflasi
Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde Baru
Di awal orde baru, ketika soeharto menjabat menjadi
presiden RI ssat ini kondisi perekonomian di indonesia sangat buruk, tingkat
inflasi yang terjadi pada negara kita mencapai 650 % pertahun.
Presiden Soeharto saai itu menambahkan langkah yang
telah di lakukan sebelumnya oleh Soekarno. dan ternyata Soeharto berhasil
menekan inflasi dari 650 % menjadi dibawah 15% dalam waktu kurang dari dua
tahum. untuk meneka inflasi yang begitu tinngi, soeharto melakukan hal
yang jauh berbeda dengan presiden sebelumnya , beliau embuat anggaran,
menerbitkan sektor penbankan, mengembalikan sektor ekonomi dan merangkul
negara-neraga barat untuk menarik modal.
Di sampig itu soeharto pada tahun 1970-an juga
menggenjot penambangan minyak dan pertambangan. Sehingga pendapatan negara dari
migas meningkat . Dari 0,6 % miliar pada tahun 1973 dan sekarang mencapai 10,6%
miliar pada tahun 1980. Puncaknya kebijakan tersebut adalah ketiaka penghasilan
dari migas sama dengan 80% hasil eksport indonesia. Dengan kebijakan itu,
indonesia bisa maju dalam pembangunan di bawah pemerintahan orde baru.
Pemerintahan Transisi (era Presiden B.J. Habibie)
Krisis ekonomi mempunyai dampak yang sangat
memprihatinkan terhadap peningkatan pengangguran, baik di perkotaan maupun di
pedesaan, daya beli masyarakat menurun, pendidikan dan kesehatan merosot serta
jumlah penduduk miskin bertambah oleh karena itu muncul kebijakan Jaring
Pengaman Sosial (social safety_net).
Pemerintahan Reformasi (era Presiden K.H. Abdurrahman
Wahid)
Terjadi banyak keanehan dan tidak terdapat kebijakan
perekonomian.Pada masa Gus Dur, rating kredit Indonesia mengalami fluktuasi,
dari peringkat CCC turun menjadi DDD lalu naik kembali ke CCC. Salah satu
penyebab utamanya adalah imbas dari krisis moneter pada 1998 yang masih terbawa
hingga pemerintahannya.
Pemerintahan Gotong Royong
Langkah Presiden SBY untuk merangkul Parpol-parpol
yang kalah dalam Pemilu 2009 adalah bagian dari kebijakan Soft Power, atau
kebijakan untuk bergotong-royong dalam membangun bangsa dan negara. Ini serupa
dengan Kabinet Gotong-Royong di masa lalu. Keadaan sistem ekonomi Indonesia
pada masa pemerintahan gotong royong memiliki karakteristik sebagai berikut:
Rendahnya pertumbuhan ekonomi yang dikarenakan masih
kurang berkembangnya investasi terutama disebabkan oleh masih tidak stabilnya
kondisi sosial politik dalam negeri.
Dalam hal ekspor, sejak 2000, nilai ekspor non-migas
Indonesia terus merosot dari 62,1 miliar dollar AS menjadi 56,3 miliar dollar
As tahun 2001, dan tahun 2002 menjadi 42,56 miliar dollar AS.
Pemetintahan Indonesia Bersatu (era SBY – Boediono)
Kabinet Indonesia Bersatu merupakan kabinet
pemerintahan Indonesia yang dibagi menjadi Kabinet Indonesia bersatu jilid I
dan II .kabinet Indonesia bersatu jilid I yaitu merupakan bentuk pemerintahan
yang ke enam yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil
Presiden Muhammad Jusuf Kalla pada masa (2004 – 2009) dan presiden yang pertama
kalinya dipilih melalui sistem pemilihan umum langsung di Indonesia sedangkan
kabinet Indonesia bersatu jilid II dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang
Yudoyono dan wakil Presidennya Dr. Boediono yang merupakan bentuk pemerintahan
yang ke tujuh pada masa (2009-2014) .
Kabinet Indonesia Bersatu jilid I ini dibentuk pada
tanggal 21 Oktober 2004 dan berakhir pada tahun 2009 menggantikan kabinet
gotong royong sebelumnya yang dipimpin megawati dan Hamzah haz pada 5 Desember
2005, Pada Indonesia bersatu jilid 1 yaitu pada tahun 2004 sampai 2009
utang di Negara kita meroket drastis dari 1275 triliun menjadi 1667 triliun pemerintahan
SBY “sangat berhasil” dalam tugas utang mengutang .
Dengan sistem kebijakan pemerintah SBY saat ini,
rakyat Indonesia dipaksa menanggung beban utang para bankir yang sudah kaya
lewat beragam penyunatan subsidi seperti pendidikan (BHP) dan kesehatan. Pada
saat yang sama, rakyat yang tidak ikut melakukan kesalahan dan tidak pernah
menikmati utang, harus membayar minyak/BBM, listrik dan air yang mahal, agar
negara bisa membayar utang utang Negara di tambah subsidi pendidikan dan minyak
di cabut dengan alasan yang tidak jelas . Moral bangsa kita sudah tidak ada
lagi baik rakyat yang berada di posisi atas menegah ataupun yang bawah
.Sekarang jamannya Indonesia bersatu jilid II kita tidak bisa langsung
mengetahui bagaimana kinerja pemerintah yang sekarang karena mereka baru
menjabat 2 tahun.
Masih
ada 2 tahun lagi untuk memperbaiki kedepannya . Tapi melihat kondisi
perekonomian Indonesia yang sekarang ini sulit rasanya menstabilkan ekonomi
seperti pada zaman pemerintahan pembangunan pada masa presiden soeharto dulu .
Banyak sekali masalah masalah penting di jamann pemerintah jilid I dan II yang
hilang begitu saja tanpa tau akhir inti dan akar kemana permasalahan itu
berawal . Pemerintaan Indonesia Jilid I maupun jilid II bagaimanapun
kebijakan,menteri dan lain sebagainya kita sebagai masyarakat hanya
mengharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan
berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia yang saat
ini masih tidak ada perkembangannya.
FAKTOR-FAKTOR PENENTU PROSPEK
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
1. Faktor-faktor Internal
Tidak dapat diingkari bahwa penyebab
utama berubahnya krisis rupiah menjadi suatu krisis ekonomi paling besar yang
pernah dialami Indonesia pada tahun 1998 lalu adalah karena buruknya
fundamental ekonomi nasional, sedangkan lambatnya proses pemulihan ekonomi
nasional selama dua tahun belakangan ini lebih disebabkan oleh kondisi politik,
sosial, dan keamanan di dalam negeri yang kenyataannya sejak reformasi
dicetuskan Mei 1998 lalu hingga saat ini semakin buruk. Selama tahun 2000
fundamental ekonomi mengalami perbaikan nyata, walaupun lajunya lambat sehingga
masih jauh dari kondisi yang baik atau kuat.
Pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lambat dikarenakan proses pebaikan
fundamental ekonomi nasional tidak disertai kestabilan politik dan keamanan
yang memadai, penyelesaian konflik sosial, serts kepastian hukum. Faktor-faktor
nonekonomi ini merupakan aspek-aspek penting dalam menentukan tingkat resiko
yang terdapat di dalam suatu negara yang menjadi dasar keputusan bagi
pelaku-pelaku bisnis, khususnya asing, untuk melakukan usaha di negara
tersebut.
Ketidakstabilan politik dan konflik sosial, baik horizontal maupun vertikal,
yang terus berlangsung dan tidak ada tanda-tanda bahwa akan membaik pada tahun
2001 ini serta ditambah lagi dengan tidak adanya rasa aman membuat tingkat
country risk Indonesia semakin tinggi. Perkembangan yang tidak menentu seperti
ini menjadi penghalang utama pertumbuhan investasi di Indonesia.
Padahal, investasi, khususnya penanaman modal jangka pnjang (PMA), merupakan
sumber utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang, terutama untuk sektor-sektor
ekonomi yang secara potensial bisa sangat produktif dan bisa diandalkan sebagai
sumber devisa yang saat ini masih mengalami kelesuan. Sampai dengan triwulan
kedua tahun 2000, nilai pengeluaran konsumsi mencapai Rp 76,3 triliun yang didominasi
oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga yang hampir mencapai Rp 69 triliun.
Angka persetujuan investasi, baik usulan penanaman modal asing (PMA) maupun
penanaman modal dalam negeri (PMDN), menunjukkan bahwa minat sektor swasta
melakukan investasi di dalam negeri cenderung menurun. Sejak januari 2000
pemerintah telah memberikan persetujuan PMA sebanyak 536 proyek senilai 2,1
miliar dolar AS serta usulan proyek PMDN sebanyak 117 dengan nilai Rp 11,7
triliun. Selama tahun 1999 jumlah proyek yang disetujui untuk PMA adalah 1.164
proyek senilai 10.890,6 juta dolar AS dan PMDN sebanyak 237 proyek senilai Rp
53.550 miliar.
2. Faktor-faktor Eksternal
Kondisi perdagangan dan perekonomian
regional atau dunia merupakan faktor eksternal yang sangat penting untuk
mendukung pemulihan ekonomi di Indonesia. Kondisi ini penting karena sangat
berpengaruh terhadap prospek pertumbuhan ekspor dan investasi asing di dalam
negeri. Apabila perekonomian negara-negara mitra dagang Indonesia mengalami
kelesuan, terutama Jepang, Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Australia, akan
mempersulit Indonesia dalam proses pemulihannya.
Banyak lembaga dunia memperkirakan kondisis perekonimian Asia tahun 2001 tidak
akan lebih baik dibandingkan tahun 2000. Bahkan, Deutsche Bank Hong Kong memperkirakan
kondisi perekonomian Asia tahun 2001 tidak akan berbeda dengan kondisi 1999,
yang selain masih terperangkap dalam resesi, juga terpukul oleh melambatnya
permintaan impor dari pasar besar, yakni Amerika Serikat. Deutsche Bank
memperkirakan pertumbuhan ekspor Asia akan anjolk sebesar 40% pada tahun 2001.
Sementara, Merrill Lynch di Singapura memprediksi ekspor Asia hanya akan naik
7%, setelah tumbuh 20% pada tahun 2000.
Sementara itu, JP Morgan memperkirakan bahwa setelah mengalami ekspor 7,8% pada
paruh pertama tahun 2000, PDB riil Asia hanya akan tumbuh sekitar 3% pada
kuartal kempat. Untuk tahun 2001, JP Morgan memperkirakan pertumbuhan ekonomi
Asia akan turun menjadi 5,4%.
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Teori dan Empiris
Ada dua teori utama yang umum digunakan
dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni dari Arthur Lewis (teori
migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi struktural).
Teori Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang
terjadi di daerah pedesaan dan daerah perkotaan (urban). Dalam teorinya, Lewis
mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi
dua, yaitu perekonomian tradisional di pedesaan yang didominasi oelh sektor
pertanian dan perekonomian mmodern di perkotaan denga industri sebagai sektor
utama.
Kerangka pemikiran teori Chenery pada dasarnya sama dengan model Lewis. Teori
Chenery, dikenal dengan teori pattern of development, memfokuskan pada
perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di LDCs yang
mengalami transformasi dari perrtanian trsdisional (subsisten) ke sektor
industri sebagai mesin utama perubahan ekonomi. Hasil penelitian empiris yang
dilakukan oleh Chenery dan Syrquin (1975) mengidentifikasi bahwa sejalan
peningkatan pendapatan masyarakat per kapita yang membawa perubahan dalam pola
permintaan konsumen dari penekanan pada makanan dan barang kebutuhan pokok lain
ke berbagai macam barang mabufaktur dan jasa, akumulasi kapital fisik dan
manusia (SDM), perkembangan kota-kota dan industri-industri di urban bersama
dengan proses migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan, dan penurunan laju
pertumbuhan penduduk family size yang semakin kecil, setruktur perekonomian
suatu negara bergeser dari yang semula didominasi oleh sektor pertanian atau /
dan sektor pertambangan manuju ke sektor-sektor nonprimer, khususnya industri.
Berdasarkan hasil study dari Chenery dan Syrquin, perubahan pangsa tersebut
dalam periode jangka panjang menunjukkan suatu pola. Kontribusi output adri
pertanian terhadap pembentukan PDB mengecil, sedangkan pangsa PDB dari industri
manufaktur dan jasa mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan PDB atau
pendapatan nasional per kapita.
Indikator penting kedua sering digunakan didalan studi-studi empiris untuk
mengukur pola perubahan setruktur ekonomi adalah distribusi kesempatan kerja
menurut sektor. Relasi antara tingkat pendapatan per kapita dan perubahan
struktur ekonomi dapat dianalisis dengan pendekatan time series dan pendekatan
cross section.